Melakukan Seks Tanpa Nikah dapat Dipenjara 1 Tahun, Bagaimana Aturannya?
Pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau RUU KUHP menjadi Undang-Undang (UU) menciptakan polemik tersendiri beberapa waktu belakangan. Pasalnya ada pasal yang dinilai dapat mengganggu iklim investasi dan juga mengganggu pendapatan negara dari sektor pariwisata dan perjalanan.
Pengesahan UU ini bahkan menarik perhatian internasional. Salah satu yang disorot media asing merupakan larangan melakukan hubungan sex di luar pernikahan. Hal ini dikabarkan menyebabkan pelaku industri pariwisata di luar mempertanyakan nasib warga negaranya jika berwisata ke Indonesia.
Lalu bagaimana sebenarnya hukum yang ditetapkan?
Mengutip draft final 6 Desember 2022 rancangan RUU KUHP, terdapat bagian yang mengatur soal perzinaan, yaitu bagian Keempat pada Bab XV tentang Tindak Kesusilaan.
Pada bagian ini, ada pasal terkait persetubuhan atau hubungan seksual di luar pernikahan. Pada bagian penjelasan dipaparkan, hubungan seksual dimaksud dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang terikat dalam perkawinan dengan laki-laki atau perempuan bukan suami atau istrinya. Atau, oleh laki-laki atau perempuan tak terikat perkawinan dengan laki-laki atau perempuan yang diketahui terikat dengan perkawinan. Atau, laki-laki atau perempuan yang tak terikat perkawinan.
Mengutip draft tersebut, pada pasal 411 ditetapkan, (1) setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.
Namun, pada ayat (2) disebutkan, tindak pidana tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan oleh (a) suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan atau (b) orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan. Dijelaskan, anak dimaksud merupakan berusia 16 tahun.
Dan, pada ayat (4) ditambahkan, pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.
Sontak pasal ini memproduksi pelaku industri perhotelan dan pariwisata 'kepanasan'. Sebab, industri yang memberikan jasa kenyamanan ini dikhawatirkan justru akan mengganggu kenyamanan tamu hotel. Karena, akan mendorong adanya prosedur menanyakan status pernikahan untuk tamu.
Sekjen Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengatakan, pasrah dengan keputusan DPR dan Pemerintah tersebut.
"Nggak ada yang dapat kami lakukan lagi, sudah disahkan. Kami sudah sampaikan masukan sebelum disahkan, bagaimana industri di dalam negeri ketika ini masih sedang berjuang untuk memulihkan pasar. Dan, akan terkena dampak dari aturan ini," kata Maulana untuk CNBC Indonesia, dikutip Kamis (8/12/2022).
"Kita lihat nanti bagaimana implementasinya, yang jelas tidak dapat hanya di satu area atau kondisi tertentu, pasti akan merata. Ini kan Undang-Undang," tambahnya.